AQIQAH UNTUK YANG SUDAH MENINGGAL

Sebagian Ulama berbeda pendapat tentang hukum meng-AQIQAH-kan orang yang telah meninggal:
--Ibnu Hazm dari madzhab dhohiri berpendapat bahwa  AQIQAH hukumnya tetap wajib sebagaimana orang yang hidup (al muhalla 6/234)
--Pendapat yang shahih dalam mazdhab Syafi’I menyatakan bahwa hukumnya sunnah, ini juga merupakan pendapat ulama Hanabilah (asy syarhul mumti’ 7/540)
--Pendapat yang lain dari mazhab Syafi’i menyatakan bahwa orang yang telah meninggal telah gugur tuntutan untuk pelaksanaan AQIQAH, ini juga merupakan pendapat ulama madzhab Maliki (al Majmu’ syarhul muhadzdzab li nawawi 8/432)
--AQIQAH termasuk sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dianjurkan. Berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya: "Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan kambing pada hari ke-7, dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’iy, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abdul Haq, lihat at-Talkhis 4/1498 oleh Ibnu Hajar)
---------------
Maksud TERGADAIKAN di sini adalah tertahan dari suatu kebaikan yang seharusnya diperoleh jika ia diaqiqahi. Karena seorang bisa kehilangan memperoleh kebaikan karena perbuatannya sendiri atau karena perbuatan orang lain. (Lihat Tuhfatul Maudud,Ibnul Qayyim hal.122-123, tahqiq: Syeikh Salim al-Hilali)
---------------
Berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits diatas maka tidak selayaknya meninggalkan AQIQAH jika mampu. Bahkan kebiasaan para salaf mereka senantiasa melaksanakan AQIQAH untuk anak-anak mereka.
---Yahya al-Anshori rahimahullahu mengatakan: “Aku menjumpai manusia dan mereka tidak meninggalkan AQIQAH dari anak laki-laki maupun perempuan”. (Al-Fath ar-Robbani, Ibnul Mundzir 13/124, lihat Ahkam al-Maulud hal.51, Salim bin Ali Rosyid as-Sibli dan Muhammad Kholifah Muhammad Robah)
----------------------------------------------------
Berhubungan dengan mengAQIQAHi orang yang sudah meninggal maka tidak lepas dari tiga keadaan;
----------------------------------------------------
Pertama: Orang tua mengaqiqahi anak yang telah meninggal. Jika anak tersebut meninggal ketika sudah terlahir ke dunia, tetap disyariatkan untuk diaqiqahi.
Dan jika meninggalnya masih dalam kandungan dan sudah berusia 4 bulan maka disyariatkan aqiqah, jika kurang dari 4 bulan maka tidak disyariatkan.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Apabila janin itu keguguran setelah ditiupkannya ruh maka janin tersebut dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur di pekuburan kaum muslimin, serta diberi nama dan diaqiqahi. Karena dia sekarang telah menjadi seorang manusia, maka berlaku pula baginya hukum orang dewasa”. (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyyah hal.90, Ibnu Utsaimin)
Kedua: Anak mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal. Hukumnya tidak disyariatkan, karena perintah aqiqah ditujukan kepada orang tua bukan kepada anak.
Ketiga: Mengaqiqahi seorang manusia yang telah meninggal. Jika ada seseorang yang meninggal dan dia semasa hidupnya belum diaqiqahi, maka tidak disyariatkan bagi ahli warisnya untuk mengaqiqahinya. Allohu A’lam.

Tidak ada komentar: